Featured Post

Berikut ini Beberapa Mitos Seputar Anak Kecil Yang Beredar di Masyarakat

Low Profile Cara Mudah Meraih Ikhls

Cara tepat meraih ikhlas
Cara meraih ikhlas

 


IKHLAS adalah hal yang intim dalam sebuah amal. Ibarat jiwa, dimana suatu perbuatan tidak sempurna  bahkan ditolak jika tidak disertai dengan keikhlasan.

Akan tetapi keikhlasan sangatlah sulit untuk diraih, tidak semua orang bisa mencapai keikhlasan. Sebab keikhlasan adalah anugerah yang hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mengabdi kepada Tuhannya. Oleh karena itu, dalam sebuah karyanya syekh Ibnu Athaillah menjelaskan makna dan kedudukan ikhlas dalam beribadah, sekaligus memberikan cara yang dapat ditempuh oleh seseorang yang ingin mencapai keikhlasan yang hakiki.

Dalam aktivitas sehari-hari manusia di tuntut agar hari ini lebih baik dari hari sebelumnya serta hari esok lebih baik dari pada hari ini. Begitu juga dalam beribadah, seseorang hendaknya senantiasa termotivasi untuk melaksanakan amaliahnya dengan sesempurna mungkin. Diantaranya dengan berusaha agar ibadahnya sesuai dengan rambu-rambu syara', bersih dari riya', 'ujub serta ikhlas karena Allah semata.

Salah satu cara agar mudah menggapai ikhlas adalah dengan menyembunyikan eksistensinya dari pandangan manusia.
Seorang sâlik di permulaan suluknya hendaknya tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menyebabkan dirinya dikenal orang. Artinya ia sebaiknya tidak usah mengejar dan berusaha mencari jabatan, pangkat atau apapun yang dapat mengantarkan namanya dikenal khalayak. Jika hal itu terjadi khawatir dapat mencegah (atau paling tidak mempersulit) terjadinya ikhlas.

Ibnu Athaillah disini memberikan perumpamaan benih tanaman, jika tidak ada benih, harapan tumbuh sempurna kecil. Karena tidak menutup kemungkinan benih tersebut kemudian dipatok burung. toh, misalnya, kalaupun bisa tumbuh, bentuknya tidak sempurna dan tidak bisa dimanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu, jika benih ingin tumbuh subur, sebaiknya disemai terlebih dahulu kemudian disiram dan dirawat sebaik mungkin. Begitu juga sâlik, jika di permulaan suluk namanya sudah terkenal, kemungkinan untuk ikhlas sangat kecil. Karena biasanya jika seseorang sudah dikenal memiliki suatu jabatan atau atribut yang mempunyai nilai di mata manusia, maka konsentrasinya dapat terganggu dan selalu terbayang kebesaran namanya. Oleh karena itu, tepat sekali jika Ibnu Athaillah di sini menyarankan sâlik untuk tidak berambisi menyandang sesuatu yang menjadikan namanya terkenal. 

Namun jika sâlik di awal suluknya sudah terlanjur terkenal, ia harus selalu rendah hati (tawadhu') serta harus menyadari bahwa hal-hal seperti jabatan, pangkat atau semacamnya bukanlah sesuatu yang bernilai. Hal itu hanyalah sebuah amanah yang harus diemban dengan penuh tang gung jawab. la juga tidak diperkenankan menanggalkan ketenarannya selagi belum memperoleh rekomendasi sang mursyid atau memang ia telah mendapat bisikan Ilahi (izin llahi).

Catatan

Khumûl, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Athaillah di atas, hanyalah salah satu cara yang dapat ditempuh seseorang dalam mendobrak jalan menuju Tuhannya. Dalam arti bahwa itu bukan satu-satunya cara yang menjamin. Ia hanya merupakan tuntunan yang bisa membimbing seseorang untuk lebih ikhlas dalam beribadah. Dimana keikhlasan itulah yang dapat mengantarkan seseorang untuk bercengkrama (wushûl) dengan Tuhannya.

Namun bukan berarti hal ini dapat menjamin seseorang untuk ikhlas. Terkadang dibalik kemasyhuran, seseorang ter dorong untuk lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah. Begitu juga sebaliknya terkadang seseorang malah dihinggapi bermacam-macam penyakit hati dikala khumûl. Akan tetapi hal sedemikian itu jarang sekali terjadi. Karena pada umumnya kemasyhuran dapat menipu dan menjebak seseorang menuju penyakit-penyakit hati. Di mana hal itu dapat menghalangi seseorang untuk wushul menuju Allah SWT.

Nah, setelah sâlik mengetahui dan telah menyelami cahaya-cahaya ilahi dan sifat manusiawinya telah sirna dengan artian ia tidak menyadari keberadaan dirinya; hati dan jiwanya terfokus pada Zat yang Maha Kekal Abadi (maqam fana') maka semuanya kembali kepada Allah, tidak ada yang berani mencampuri urusan-Nya.

Satu catatan lagi, khumûl di sini tidaklah harus diraih dengan menghindar dari pergumulan manusia. Artinya sekalipun seseorang berada dalam suatu lingkungan, asal dia tidak mencari cari suatu jabatan, pangkat atau apapun yang dapat menjadikan namanya terkenal, hal itu tidak dipermasalahkan. Wallahu a'lam.

Komentar